Permenkes tentang Aborsi Akibat Perkosaan

Pedoman yang lebih teknis untuk tindakan aborsi diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2016 tentang Pelatihan dan Penyelenggaraan Aborsi atas Indikasi Kedaruratan Medis dan Kehamilan Akibat Perkosaan. Permenkes ini mengatur tentang pelatihan, penyelenggaraan pelayanan, pencatatan dan pelaporan, serta pembinaan dan pengawasan.

 

Tempat Aborsi dan Dokter

Tindakan aborsi ini hanya boleh dilakukan di puskesmas, klinik pratama, klinik utama atau yang setara, dan rumah sakit. Dan, hanya bisa dilakukan oleh dokter. Maka itu, pelatihan juga hanya ditujukan untuk dokter. Setelah pelatihan, mereka akan mendapat sertifikat yang berlaku selama 5 tahun. Itu perlu diperbarui setelahnya. Ada evaluasi juga setelah pelatihan.

Dokter yang bersertifikat bisa menjadi anggota tim kelayakan aborsi. Namun, dokter yang masuk dalam tim kelayakan aborsi tidak bisa ikut memberikan layanan terhadap pasien yang sama. Pun, peraturan ini dikecualikan untuk di daerah yang jumlah dokternya tidak mencukupi.

 

Tim Kelayakan Aborsi

Jadi, apa tugas tim kelayakan aborsi? Mereka perlu menentukan adanya indikasi darurat medis berupa surat keterangan usia kehamilan dan/atau kelayakan aborsi. Tanpa keterangan ini, perempuan tidak bisa mendapatkan layanan aborsi.

Apakah hanya itu? Tentu tidak. Perempuan yang perlu menggugurkan kandungannya perlu surat keterangan konseling dari konselor sebelum dan sesudah tindakan. Konselornya pun perlu melalui pendidikan formal atau pelatihan. Setelah konseling, konselor perlu menyerahkan surat keterangan kepada dokter.

Izin Aborsi

Untuk perempuan dengan indikasi darurat medis, izin suami diperlukan. Suami tidak ada, keluarga bisa menggantikan. Untuk yang mengalami perkosaan, perempuan juga harus menyertai surat keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain.